Wednesday, January 11, 2017

8 ASNAF YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT


Ada 8 golongan orang yang layak menerima zakat yang disebut dalam Quran surah At-Taubah ayat 60. Ini dikenali dengan asnaf

Allah SWT berfirman:


Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin, dan amil-amil yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya, dan untuk hamba-hamba yang hendak memerdekakan dirinya, dan orang-orang yang berhutang, dan untuk (dibelanjakan pada) jalan Allah, dan orang-orang musafir (yang keputusan) dalam perjalanan. (Ketetapan hukum yang demikian itu ialah) sebagai satu ketetapan (yang datangnya) dari Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60).

Golongan yang layak menerima zakat:

1. Orang-orang fakir. 

Fakir ialah mereka yang mempunyai pendapatan kurang daripada 50% keperluan hariannya. Sebagai contoh seorang memerlukan RM15 sehari untuk makan pagi, makan tengah hari dan makan malam. Tetapi pendapatannya cuma RM5 sehari. Jadi orang ini dikategori sebagai fakir.

Dari Abdullah Ibnu Umar bin al-Ash RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya dan tidak (pula) bagi orang yang sehat dan kuat,” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7251, Tirmidzi II: 81 no: 647, ‘Aunul Ma’bud V:42 no:1618, dan Abu Hurairah meriwayatkannya lihat Ibnu Majah I:589 no: 1839 dan Nasa’i V:39).

Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al-Khiyar RA bahawa ada dua orang sahabat memberitahu kepadanya bahawa mereka berdua pernah menemui nabi SAW meminta zakat kepadanya, maka Rasulullah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian dan Rasulullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. 

Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika kamu berdua mahu, akan saya beri, tetapi (sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha tidak mempunyai bahagian untuk menerima zakat,” (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1438, ‘Aunul Ma’bud V: 41 serta Nasa’i   V:99).

2.  Orang-orang miskin

Orang-orang miskin ialah mereka yang berpendapatan lebih daripada 50% keperluan harian tetapi kurang daripada 100%.
Oleh kerana sukar mengkategori fakir dan miskin dikelaskan sebagai satu.

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling minta-minta agar diberi sesuap dua suap makanan dan satu biji kurma,”
(Kemudian) para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” 

Jawab Rasulullah SAW, “Salah mereka yang yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak punya kepandaian untuk itu, lalu diberi sedekah, dan mereka tidak mahu meminta-minta kepada orang lain.” (Muttafaqun ‘alaih: Muslim II: 719 no:1039 dan lafaz baginya, Fathul Bari III: 341 no: 1479, Nasa’i V:85 dan Abu Daud V:39 no: 1615).

3. Para amil zakat

Mereka adalah orang-orang yang bertugas memungut zakat. Mereka memungut zakat dan mengagihkan kepada mereka yang berhak menerima zakat. Mereka berhak mendapatkan bahagian daripada zakat. Mengikut pendapat pengikut imam Syafie amil layak menerima 1/8 daripada zakat yang dia pungut.

4. Orang-orang muallaf
Muallaf ialah mereka yang yang baru memeluk Islam. Zakat diberi sebagai elaun dan latihan supaya mereka memahami Islam dan imannya mantap.
Kelompok muallaf ini terbahagi kepada beberapa bahagian.

1. Orang yang diberi sebahagian zakat untuk menjinaknya atau menariknya masuk Islam. Sebagai contoh nabi SAW pernah memberi Shafwan bin Umaiyah sebahagian dari hasil rampasan perang Hunain kerana ia ikut berperang bersama kaum Muslimin:

“Nabi SAW selalu memberi kepadanya hingga beliau menjadi orang yang paling ku cintai, setelah sebelumnya beliau menjadi orang yang paling ku benci.” (Syahih: Mukhtashar Muslim no: 1558, Muslim II:754 no:168 dan 1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205-208 no: 2969, dan Nasa’i V:105-106).

2. Golongan orang yang diberi zakat dengan harapan agar keislamannya kian baik dan hatinya semakin mantap.

Seperti pada waktu perang Hunain juga,ada sekelompok prajurit beserta pemukanya diberi seratus unta, kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar memberi zakat kepada seorang laki-laki, walaupun selain dia lebih kucintai daripadanya (laki-laki tersebut) karena khawatir Allah akan mencampakkannya ke (jurang) neraka Jahanam.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari I: 79 no:27, Muslim I:132 no:150, ‘Aunul Ma’bud XII : 440 no:4659, dan Nasa’i  VIII:103).

Dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan dari Abu Sa’id RA bahawa Ali RA pernah diutus mengadap nabi SAW dari Yaman dengan membawa emas yang masih berdebu, lalu baginda saw membahagi kepada empat orang (pertama) al-Aqra’ bin Habis, (kedua) Uyainah bin Badr, (ketiga) ‘Alqamah bin ‘Alatsah, dan (keempat) Zaid al-Khair, lalu Rasulullah bersabda, “Aku menarik hati mereka.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III: 67 no:4351, Muslim II:741 no:1064, ‘Aunul Ma’bud XIII : 109 no:4738).

3. Bahagian ini ialah orang-orang muallaf yang diberi zakat lantaran rakan-rakan mereka yang masih diharapkan juga memeluk Islam.

4. Mereka yang mendapat bahagian zakat agar membantu ikut mengamankan kaum Muslimin yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Wallahu a’lam.

5. Hamba: Untuk memerdehkakan hamba
Zakat diberi untuk membebaskan manusia daripada perhambaan. Islam tidak menggalakkan perhambaan. 

Ibnu Abbas dan al-Hasan berkata, “Tidak mengapa memerdekakan hamba dengan wang dari zakat.” Ini juga menjadi pendapat Mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Ishaq. 

Ada banyak hadis yang menerangkan besarnya pahala memerdehkakan hamba 

6.  Orang-orang yang berhutang (Gharimin)
Gharimin ialah orang berhutang yang memerlukan pertolongan untuk memenuhi keperluan asasnya. Hutang adalah dengan cara halal.
Mereka terbagi menjadi beberapa 

bahagian: Pertama, orang yang mempunyai tanggungan atau dia menjamin suatu hutang lalu menjadi wajib baginya untuk membayar; kedua, orang yang muflis; ketiga, orang yang berhutang untuk menutupi hutangnya. Maka mereka semua layak menerima bahagian dari zakat.

Dasar yang menjadikan sandaran untuk masalah ini ialah hadis dari Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali RA. Ia berkata, Aku pernah mempunyai tanggungan (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah SAW menanyakan perihal beban tanggungan itu. 

Maka beliau bersabda, “Tegakkanlah, hingga datang zakat untuk kuberikan kepadamu!” Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Ya Qubaishah sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi tiga golongan: 

(Pertama) orang-orang yang memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan baginya meminta, sampai berhasil mendapatkannya, sehingga berhenti memintanya. 

(Kedua), orang yang ditimpa kebingungan yang sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta zakat, sehingga ia mendapatkan kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. 

(Ketiga), orang yang mendapatkan kesulitan hidup hingga tiga orang dari pemuka kaumnya berdiri (lalu bertutur), bahwa kesulitan hidup telah menimpa si fulan, maka baginya dihalalkan meminta hingga mempunyai kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Maka tidak ada hak bagi selain yang tiga kelompok itu untuk meminta wahai Qubaishah!”  (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 568, Muslim II: 722 no:1044, ‘Aunul Ma’bud V:49 no: 1624, dan Nasa’i  V:96).

7.  Fi sabilillah ialah para mujahid sukarelawan yang tidak memiliki bahagian atau gaji yang tetap dari negara.

Menurut Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri dan Ishaq bahwa menunaikan ibadah haji termasuk fi sabilillah. Menurut hemat penulis Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, tiga imam itu mendasarkan pendapatnya pada hadits berikut :

Dari Ibnu Abbas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bermaksud hendak menunaikan ibadah haji. Lalu ada seorang wanita berkata kepada suaminya (tolong) hajikanlah aku bersama Rasulullah saw.” Maka jawabnya, “Aku tidak punya biaya untuk menghajikanmu.“ Ia berkata (lagi) kepada suaminya, “(Tolong) hajikanlah diriku dengan biaya dari menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu.” Maka jawabnya, “Itu diperuntukkan fi sabilillah Azza Wa Jalla.” Kemudian sang suami datang menghadap Rasulullah saw. lalu bertutur, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya isteriku menyampaikan salam kepadamu; dan ia meminta kepadaku agar ia bisa menunaikan ibadah haji bersamamu. Ia mengatakan, kepadaku, “(Tolong) hajikanlah aku dengan biaya dari hasil menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu,’ Lalu saya jawab, “Itu diperuntukkan fi sabilillah,’ “Maka Rasulullah saw. 

bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya, kalau engkau menghajikannya dengan biaya berasal dari hasil tersebut, berarti fi sabilillah juga).” (Hasan Shahih : Shahih Abu Daud no : 1753, ‘Aunul Ma’bud V:465 no : 1974, Mustadrak Hakim I: 183, dan Baihaqi VI: 164).

8. Ibnu Sabil

Adalah seorang yang musafir melintas di suatu negeri tanpa membawa bekal yang cukup untuk kepentingan perjalanannya, maka dia pantas mendapat alokasi dari bagian zakat yang cukup hingga kembali ke negerinya sendiri, meskipun ia seorang yang mempunyai harta.
Demikian juga hukum yang diterapkan kepada orang yang mengadakan safar dari negerinya ke negeri orang dan dia ia tidak membawa bekal sedikitpun, maka ia berhak diberi bagian dari zakat yang sekiranya cukup untuk pulang dan pergi. Adapun dalilnya ialah ayat enam puluh surah at-Taubah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.

Dari Ma’mar dari Yasid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yassar dari Abi Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya, kecuali bagi lima (kelompok): (pertama) orang kaya yang menjadi amil zakat, (kedua) orang kaya yang membeli barang zakat dengan harta pribadinya, (ketiga) orang yang berutang; (keempat) orang kaya yang ikut berperang di jalan Allah, (kelima) orang miskin  yang mendapat bagian zakat, lalu dihadiahkannya kembali kepada orang kaya,” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7250, ‘Aunul Ma’bud V : 44 no : 1619, dan Ibnu Majah I: 590 no :1841).

No comments:

Post a Comment