Jad adalah seorang
kanak-kanak berusia 7 tahun di era tahun 40-an. Tinggal bersama keluarganya di
apartment di sebuah kota di Perancis. Ia lahir dari keluarga Yahudi yang taat
dan berpendidikan tinggi. Ibunya salah seorang professor di universiti
terkemuka di Perancis ketika itu.
Di salah satu sudut
'ground floor' apartment tersebut, ada sebuah kedai kecil serbaneka yang
menjadi tempat bagi warga sekitar untuk memenuhi keperluan seharian mereka,
termasuk keluarga Jad. Kedai itu milik seorang Turki, Ibrahim, 67 tahun.
Seorang yang sangat sederhana, bukan dari kalangan berpendidikan tinggi.
Jad hampir setiap hari
berbelanja di kedai ini. Bila berbelanja, selalu, tanpa pengetahuan Ibrahim, setidaknya begitu persangkaannya, diam-diam ia mengambil sebiji coklat.
Sampai suatu hari ia lupa mengambil (i.e mencuri) coklat tersebut.
Ketika melangkah
meninggalkan kedai itu, Ibrahim memanggilnya dan berkata, "Jad, kamu lupa
sesuatu, nak."
Jad memeriksa barangannya. Tetapi, tidak menemui sesuatu
yang terlupa.
"Bukan itu,"
kata Ibrahim. "Ini." Sambil memegang coklat yang biasa diambil
Jad.
Tentu saja Jad terkejut dan ketakutan. Takut bila Ibrahim
menyampaikan 'hal memalukan' tersebut kepada orang tuanya. Reaksinya, bengong
dan pucat.
"Tidak apa-apa, nak.
Mulai hari ini kau boleh mengambil sebiji coklat percuma sebagai hadiah.
Tapi, berjanjilah untuk jujur dan mengatakannya."
kata Ibrahim sambil tersenyum.
kata Ibrahim sambil tersenyum.
Sejak hari itu, Jad
menjadi sahabat Ibrahim. Ia tidak hanya datang berjumpa Ibrahim untuk
berbelanja, tetapi juga menjadi tempat bercerita dan berkongsi masalahnya.
Bila menghadapi suatu
masalah, Ibrahim adalah orang yang pertama diajaknya berbicara. Dan, bila itu
terjadi, Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, namun selalu menyuruh
Jad untuk membuka halaman sebuah buku tebal yang tersimpan di sebuah kotak
kayu. Ibrahim akan membaca dua halaman tersebut tanpa suara, kemudian
menjelaskan jawapan dari masalah yang dihadapi Jad.
Hal tersebut berlangsung
selama lebih kurang 17 tahun. Sampai satu ketika salah seorang anak Ibrahim
mendatangi Jad dan memberikan kotak tersebut kepadanya lalu membawa berita yang
sangat menyedihkan Jad yang ketika itu seorang pemuda. Ibrahim, sahabat
sejatinya telah wafat.
Kotak berisi kitab itu
diterimanya penuh terharu.
Satu ketika, ia berhadapan
dengan satu masalah pelik, ia mengambil kotak itu dan membuka kitab yang
ada di dalamnya, sebagaimana yang sering ia lakukan dengan Ibrahim. Ternyata
kitab itu bertuliskan huruf Arab. Ia pun memohon temannya berbangsa Tunisia
untuk menjelaskan makna dari 2 halaman yang dipilihnya secara rawak.
Si teman itu pun kemudian
membacakan makna tulisan itu. Sungguh, apa yang disampaikan sahabatnya
seakan jawapan khusus bagi masalah yang sedang ia hadapi. Jad lalu bertanya
kepada sahabatnya: "Ini kitab apa?"
*"Al-Qur'an*, kitab
suci Umat Islam."
Terkejut dan takjub Jad
mendengar hal tersebut. Ia langsung bertanya bagaimana syarat untuk menjadi
seorang muslim.
Dijawab oleh Si Tunisia: "Mudah,
syahadat dan berusaha menjalankan syariah."
Hari itu Jad lantas
memeluk Islam dan menukar namanya menjadi *Jadullah Al-Qurani*. Dia berjanji
untuk mempelajari Al-Quran dengan sebaik-baik dan semampunya.
Tentu saja keluarganya
yang beragama Yahudi, terutama ibunya yang profesor, sulit menerima hal
tersebut dan berusaha untuk mengembalikan Jad kepada keyakinannya semula.
Si Ibu berjuang dengan pelbagai cara bahkan mengajak teman-teman dari kalangan intelektual Yahudi untuk memberi penjelasan kepada Jad. Ini berlangsung selama 30 tahun. Namun, tidak berhasil.
Pengaruh Ibrahim yang
bersahaja, ternyata mengalahkan semua orang-orang pintar di sekitar Jad.
Jadullah pernah berkata,
"Saya jadi Muslim di
tangan seorang lelaki yang justeru tidak pernah berbicara tentang
agama.."
"Tak pernah berkata"
"kamu Yahudi"
"kamu Kafir"
"belajarlah agama"
"jadilah muslim"
"Tak pernah berkata"
"kamu Yahudi"
"kamu Kafir"
"belajarlah agama"
"jadilah muslim"
"Tapi, ia menyentuh
saya dengan *akhlak*, sebaik-baiknya perilaku. Memperkenalkan kepada saya sebaik-baiknya
kitab, *Al-Qur'an*
Jadullah Al-Qur'ani meninggal
dunia pada tahun 2003. Dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang Muslim - lebih
kurang 30 tahun - ia telah mengislamkan lebih dari *6 juta orang* di Afrika.
Sementara Ibunya pula
memeluk Islam pada tahun 2005, pada usia 78 tahun, dua tahun setelah meninggalnya
si anak tersayang: *Jadullah Al-Qur'ani*
No comments:
Post a Comment