Nabi
Muhammad SAW. bersabda: “Sampaikan kepada orang fakir daripadaku, bahawa
sesiapa yang sabar daripada kamu dan mengharapkan pahala daripada Allah SWT,
maka ia akan mendapat tiga kelebihan yang tidak boleh didapati oleh orang-orang
yang kaya iaitu:
1. Di dalam syurga (kelak) ada kamar dari yaqut yang merah, penghuni
syurga melihat tempat itu seperti melihat bintang di langit semasa di dunia,
tidak dapat masuk ke tempat itu kecuali Nabi yang fakir atau orang yang mati
syahid yang fakir atau seorang mukmin yang fakir.
2. Orang fakir yang (kelak dapat) memasuki syurga (lebih awal) sebelum
orang kaya dengan kadar setengah hari, iaitu kira-kira lima ratus tahun. Mereka
bersuka-suka dengan bebas di dalamnya.
Dan Nabi Sulaiman bin Daud a.s. akan memasuki syurga sesudah nabi-nabi
yang lain memasukinya kira-kira empat puluh tahun disebabkan oleh kerajaan yang
diberikan Allah SWT. kepadanya (Nabi Sulaiman ialah nabi yang diberikan
kekayaan dan kekuasaan di dunia).
3. Jika orang fakir membaca: "Subhaballah walhamdulillah walaa
ilaha illalah wallahu akbar" dengan tulus ikhlas; dan orang kaya juga
turut membaca kalimah itu, maka orang kaya itu tidak dapat mengejar (pahala)
orang fakir meskipun ditambah dengan sedekah sepuluh ribu dirham. Demikian
jugalah amal-amal kebaikan yang lain (yang dilakukan oleh si fakir)."
Keutamaan Orang Miskin
Orang miskin yang bersabar lebih utama. Riwayat ini dipilih oleh Abū
Ishāq Ibn Syāqilā dan al-Qādhī Abū Ya`lā. Pendapat ini juga dipilih oleh
mayoritas Shūfiyyah dan banyak ahli fiqh. Termasuk dalam kelompok ini adalah
al-Junaid. Di antara alasan yang digunakan adalah, bahwa cobaan kemiskinan
lebih berat untuk dirasakan dibandingkan cobaan kekayaan.
Imam al-Ghazāli berpendapat bahwa secara umum kefakiran lebih afdhal
dibandingkan kekayaan [al-Ihyā', vol. III, hal. 264]. Meski beliau berkata di
tempat lain, “Berapa banyak orang faqir yang bersabar lebih afdhal dibandingkan
orang kaya yang bersyukur.
Dan (begitu pula sebaliknya), berapa banyak orang kaya yang bersyukur
lebih afdhal dibandingkan orang faqir yang sabar. Itulah orang kaya yang
memberlakukan dirinya seperti orang faqir. Ia tidak memegang harta untuk
dirinya kecuali sebatas kebutuhan darurat, dan selebihnya ia berikan untuk
hal-hal kebaikan.” [Lihat al-Ihyā', vol. IV, hal. 140.]
Dari Abū Hurairah, Nabi bersabda:
يَدْخُل فُقَرَاءُ الْمسْلمِينَ الْجنّةَ قَبْلَ أغْنِيَائِهِم بِنِصْفِ يَوْمٍ، وَهُوَ خَمْسُمِائَة عَامٍ
“Orang-orang faqir kaum muslimin mendahului orang-orang kaya mereka dalam hal masuk surga selama setengah hari (di akhirat), yaitu lima ratus tahun.” [Lihat Shahīh al-Jāmi` no. 8076.]
Pendapat Ulama
Sedangkan ketaqwaan dibangun di atas dua landasan : sabar dan syukur.
Apakah dia orang kaya atau pun orang miskin, harus menyempurnakan kedua-duanya.
Barangsiapa sabar dan syukurnya lebih sempurna, maka dia lebih utama.
Jika kita runut kebelakang, kita akan temukan orang-orang miskin yang
sabar, bahkan yang berpredikat nabi sekalipun. Mereka adalah: Isa bin Maryam
AS, Yahya bin Zakaria AS, Ali bin Abi Thalib, Abi Dzar Al-Ghifari, Mush’ab bin
Umair, Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘Anhum. Sebaliknya juga ada orang-orang
kaya yang bersyukur, seperti: Ibrahim AS, Ayub AS, Dawud AS, Sulaiman AS, Usman
bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Talhah, Zubeir, Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu
‘Anhum, dan masih banyak lagi. Lalu mana yang paling baik?
Ibnul Qayyim mengatakan: "Jika telah diketahui demikian, maka
sabar dan syukur saling berkaitan erat satu dengan yang lainnya, tidak mungkin
ada salah satunya tanpa yang lain. Hanya saja kadang-kadang diungkapkan dengan
salah satunya karena dianggap lebih dominan dalam keadaan tertentu."
Kita bisa contohkan dengan ungkapan di atas "orang kaya yang
bersyukur" karena memang yang menonjol pada orang kaya adalah rasa
syukurnya, walaupun sesungguhnya dia harus bersabar dengan cobaan dunia dan
kekayaan.
Sebaliknya diungkapan pula "orang yang miskin yang sabar"
karena memang yang menonjol pada orang miskin adalah kesabarannya. Walau pun
dia tetap dituntut untuk syukur karena selamatnya dia dari cobaan dunia dan
walau pun terlihat sedikit dia telah mendapatkan kenikmatan besar yang harus
disyukuri.
Lebih jelasnya kita lihat firman-firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
menunjukkan bahwa kekayaan dan kemiskinan, kesusahan dan kemudahan, kebaikan
dan kejelekan semuanya merupakan cobaan dan ujian yang harus dihadapi dengan
sabar:
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai
cobaan (yang sebenar-benarnya)." (Q.S. Al-Anbiya' : 35)
Kesimpulannya Ibnul Qayyim rahimahullah mendudukkan kedua-duanya
seimbang. Dan kedua-duannya saling berkaitan. Tidak sempurna syukur tanpa sabar
dan tidak pula sempurna sabar tanpa syukur.
Beliau berkata : "Kesimpulannya, yang paling utama di antara
keduanya adalah yang paling taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, apakah dia
orang kaya atau pun orang miskin. Jika keduanya sama ketaqwaannya maka sama
pula keutamaannya.
Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengutamakan seseorang dengan
kekayaan atau kemiskinan, tidak pula dengan bencana atau pun keselamatan.
Tetapi Allah memuliakan seseorang dengan ketaqwaan. "Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa
di antara kamu." (Q.S. Al-Hujurat : 13)
No comments:
Post a Comment